Rimla dan Sunyi Samudra #2

       
from google

          Dalam tawamu bersama teman-teman yang lain, kau tetap meilirikku sesekali. Kita bertemu dalam satu detik tatapan. Namun, kau masih suram dengan wajah garang itu. Kenapa kau terlalu menyiksaku dalam dinginnya tubuhmu. Aku begitu merindukan renyah tawa bersamamu. Baru saja malam kemarin kau membuatku terpingkal sampai menangis. Malam yang lain, hari ini kau hanya membuatku menangis tanpa ada sedikit getiran senyuman.
        "Kau benar-benar secepat itu membenciku?" aku masih bertanya pada bayanganmu. Untuk berbicara denganmu menjadi kemustahilan untukku. Karena kau tak mau lagi sekedar menjawab pesan angin yang ku kirim. Aku ingin sekali membongkar kata yang ada di pikiranmu. Merangkaian menjadi alasan yang melatar belakangi kau menjauh-sejauhnya dariku. Tapi, untuk sekedar mengetuk pintu pikiranmu saja seakan kau memberikan isyarat tidak memeprbolehkan. Padahal dulu, tanpa aku harus izin kau sudah mempersilahkan aku meminjam kalimat-kalimat mewah milikmu. 
             Aku menjadi Rimla yang tidak tahu arah. Kejauhan antara aku dan Samudra bisa terlihat jelas dan sangat mudah diterka oleh teman-teman yang lain. 
             "Rimla kenapa sama Samudra?"
             "Samudra sama Rimla marahan, ya?" 
             "Cie si kembar lagi jauh-jauhan, ya?" 
Begitu dekatnya aku dan dirimu membuat julukan kita berdua adalah sepasang anak kembar. Hatimu telah menyatu secara naluri kepadaku. Kau sosok yang komplit untukku. Namun, hari ini kau membuatku kelu. Ini kah yang akan ku hadapi esok hari? Dewasamu seakan lenyap begitu saja dalam semalam. Birumu yang anggun, kini didominasi merah yang datang entah dari mana. Aku ingin menggenggam untuk menguatkan seperti biasa. Kau yang selalu menghindar. Menghindar tanpa meninggalkan jejak alasan. 

To be continued
Baca sebelumnya juga Rimla dan Sunyi Samudra #1

Rimla dan Sunyi Samudra #1

from google

Jangan berbicara kepada kenangan. Karena dia hanya berani sembunyi dalam senyuman. Katanya bahagia, pergi dan menjauh dariku. Tapi kenyataannya hanya pilu dan rindu yang selalu tersaji dalam ilusi paginya.
"Menjauhlah, hilang, kalau bisa tenggelam dari samudra kehidupanku. Samudraku terlalu luas untuk kehadiranmu. Jangan pernah muncul, walau hanya diatas genangan busa gelombang samudraku!" Kalimat yang kau ucap secara rinci tepat di depan mukaku saat itu. Kau memang si keras kepala yang tidak pernah mau tau apa yang ada di sekitarmu. Egomu terlalu cemburu dengan diduakan dengan alasan sosial.
Dulu memang benar, kamu adalah semestaku. Kau embun yang selalu menyambutku di pagi hari. Kau awan yang selalu menjaga siangku. Bahkan kau rela menjadi senja untukku, yang selalu menghangatkan hati penghantar bahagiaku. Kau pun sahabat malamku yang paling setia. Memeluk erat dalam halusinasi yang nyata. Walau kau selalu menjaga jarak fisik antara kita, tapi aku tetap bisa merasakan pelukan eratmu. Begitu istimewanya kau untukku.
Hujan yang datang menjadi semakain sendu hari itu. Karena kau dengan gamblang mengutarakan keinginanmu untuk tak lagi bersamaku.
"Tidak perlu ada alasan, aku hanya ingin kau tenggelam dari hariku." Inti dari amarahmu yang terlalu tebal diselimuti rasa sendu. Dalam marahmu kau tetap memelukku dalam halusinasiku. Aku tidak paham. Tapi aku yakin kau hanya bercanda. Karena kau terlalu serius untuk berkata itu. Hai sahabatku, kenapa ternyata kau membulatkan niatmu dalam pernyataanmu.


To be continued Rimla dan Sunyi Samudra #2
 
Dear It's Me Blog Design by Ipietoon