Sepucuk Surat Embun Malam

Dear Embun, 

Bagaimana kabar kesehatanmu di sana? Masihkah berkali-kali bersin disetiap pagi? Atau kau habis kehujanan hingga sakit itu kepala? Sudah ku bilang kan kau sering pusing karena keberatan rambut hitam pekat itu. Semoga selalu sehat, ya. Aku paling tidak suka mendengar kabar kesakitan-kesakitanmu. Padahal sebenarnya aku juga tau kau hanya ingin mencuri perhatian yang mahal ini dariku.

Ternyata setelah ku hitung angka-angka di kalender itu, aku sudah lama tidak merasakan langsung dinginnya tubuhmu. Waw, mungkin terasa lebih lama dari hitungan-hitungan sebelumnya, ya? Ah tidak mungkin kalo bagimu. Tanpa sepatah kata pun aku menghitung hari. Tanpa sepatah kata pun kau kirim khusus untukku, seperti malam-malam yang lalu. Jangan khawatir tentang itu, aku akan terbiasa.

Apakah di sana kau sudah menemukan daun lain yang kau gemari untuk merubuhkah lelahnya tubuhmu? Padahal kau tipe pemilih, sulit kan dulu kau sampai berjumpa denganku yang menyamankan ini, hehe. Semoga yang terbaik ya untukmu di sana. Jangan kau biarkan tetesan berhargamu terjatuh pada daun yang salah. Kau terkadang kan ceroboh. Lucu jika mengingat kecerobohanmu yang dulu selalu membuatku naik pitam. Tapi mengingatnya, justru membuatku tersenyum dalam bekuan peran ini.

Setelah kau tak kembali memilihku sebagai daunmu, banyak sekali peristiwa yang harus kau tau. Embun-embun lain ada yang datang menghampiriku. Mampir sebentar, bahkan ada yang hanya lewat menetes dalam rebahanku. Ada-ada saja ya embun itu. Kenapa ya belum ada yang semurni layaknya warna yang kau miliki. Wkwk sorry terkadang aku lupa akan hukum alam yang tidak akan ada yang sama kalau kepalanya saja berbeda. Karena kini aku terlalu akrab dengan hukum alam yang lain. Tau tidak yang katanya setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Nah itu damainya hukum alamku saat ini.

Sudah cukup belum kau baca celotehku yang selalu memerahkan telingamu. Walaupun kau kini sudah tidak akan pernah mendengar celoteh dari bibirku, setidkanya kau masih baca celoteh tulisanku ini. 

Sudah. Sudah. Sudah. Aku akhiri ya, keburu kertasnya tak terbaca karena terlalu banyaknya air mata yang ku teteskan dalam untaian surat ini. Tetaplah jadi embun dalam keaadan apapun ya. Keep cool, bro!

Sampai bertemu di manapun itu.

from google


Hai Sang Petualang!

from google


Hidup dalam bayang-bayang yang tidak bisa terjelaskan sampai malam kemarin. Dua insan yang selalu bersembunyi dalam perasaannya masing-masing. Tidak pernah mau mengungkapkan satu sama lain. Karena menjaga pasangan masing-masing, walau sebenarnya kau tak boleh berkata 'tidak' denganku. Menjalani let it flow nya kita berdua. Dekat sekali, biasa saja, pergi, datang lagi. Sudah berapa tahun kita selalu bermain dan bersembunyi dengan perasaan yang sudah terlalu kentara ini?

Hingga suatu masa datang, kau dan aku tidak memiliki mereka-meraka lagi. Menikmati kesendirian yang hanya kita saja yang tau. Ternyata magnet antara kita yang bersembunyi seakan mendobrak dinding-dinding yang kita bangun untuk tidak pernah diizinkan menampakkan diri. Aku tidak bisa berbohong lagi, kita memang sudah terlalu lama bersembunyi menjaga hati.. Dan mengabaikan hati kita sendiri.

Maafkan. Tapi aku tidak bisa melanjutkan kisah persembunyian ini. Terlalu rumit memang. Aku ingin, dan aku masih ingin setelah malam kemaren. Bersamamu adalah salah satu impian yang belum tergambar nyata. Keraguan akan bagaimana nantinya menutup hatiku untuk melanjutkan gejolak-gejolak ini. Apakah terlalu cepat? Apakah terlalu egois? Diri sendiripun tidak memahami pemberontakan macam apa ini.

Sekali lagi maafkan. Setelah gejolak-gejolak yang kita simpan terungkap sore kemaren. Malam kemaren pulalah aku menutup akses. Aku tidak mau terlalu cepat, terlalu disayangkan sayangku menjadi kesalahan jika aku terus melanjutkan. Walau waktu memang selalu tidak pernah tepat untuk kita. Setidaknya tidak ada bayang-bayang kita berdua ini sebagai insan yang bagaimana. Sendiri ya sendiri, bersama ya bersama. Aku tidak mau terbayang-bayang akan sebuah status yang selama ini telah aku kukung untukmu. 

Teruntuk dirimu yang selalu memanggilku dengan banyak nama.
Terimakasih atas perhatian yang kau suguhkan dengan bumbu kecuekan.



Ratna yang memilih mundur.

#RAPwrite2


 
Dear It's Me Blog Design by Ipietoon