Dia yang Lama, Tapi Baru Untukku

Mendengar namamu bukan hal yang baru lagi untukku. Bukan sebulan atau setaun kehidupan kita beriringan. Beriringan dalam hal kewajaran yang begitu wajar. Taun lalu jarak keangkuhan dan mencoba berdamai dengan keadaan menjadi metode yang melekat antara tatapan kita. Dekat tapi jauh dalam sapa. Bahkan sekedar menyapa pun terlalu sulit. Aku tak mengerti apakah ini egois, keangkuhan, atau inilah cara untuk memberi batas. Batas yang telah kita lampau setaun sebelumnya lagi. Benar-benar merasakan yang namanya, "pernah sedekat nadi, sebelum sejauh matahari". Kita atau lebih tepatnya hanya aku yang mengambil keputusan. Begitu saja berlalu.

Jika mau memutar sedikit memori, kita ada bukan karena rencana. Kita ada bukan karena kesengajaan. Kalau ingin tahu apa itu "mengalir", aku bisa memberikan kita untuk contohnya. Natural dan kukira hanya semesta yang berperan, aku dan kamu sama-sama ada di jalur masing-masing. Sampai semesta yang mempertemukan persimpangan yang sama-sama akan kita lalui, tanpa memberi tau rencana apa yang semesta suguhkan kepada kita. Tidak menyangka dan terheran satu sama lain, ketika menyadari ada di titik jalan yang semesta pertemukan. Tidak pernah menyangka ternyata ada kamu di sana. Begitu pula ada aku di situ. Manis untuk dikenang memang, pertemuan dan sempat berjalan beriringan diiringi lagi-lagi "mengalir". Karena tidak pernah menuntut dan merasa dituntut satu sama lain. Sampai-sampai nyaman satu sama lain mulai terbangun dan menunjukkan ke depan kedua mata kita, bahwa aku dan kamu bukan ada di jalur yang semestinya. 

Tidak terlalu lama jika dihitung satuan hari kita beriringan. Tapi, kenapa begitu melekat. Akhirnya aku yang undur diri. Kamu memberikan jalurku, kamu tidak mempermasalahkannya. Tidak ada tanya 'kenapa' dan kamu ikhlas menerimanya. Kamu tau betul apa mauku. Terimakasih sekali untuk hal itu. Walaupun satuan hari mengahruskan kita untuk bertatap. Aku suka caramu menjagaku dari kejauhan.Cara-cara sederhana yang sayu namun kita sempat saling tau siapa diri ini. Lama sekali, lebih lama dari rasa nyaman yang pernah ada kita bersembunyi dan mengubur kenangan. Mulai senang dengan jalur masing-masing. Hingga suatu malam yang bisa disebut dengan momentum, kita kembali saling menyapa nama. Sekedar ucapan yang telah kita bekukan keluar dari mulut ini. Menghela nafas panjang yang tidak pernah berhenti. Sedikit kata yang terlontar, tetapi dari situ kita tau walaupun tidak pernah ada interaksi kita saling mengawasi. 

Dari malam itu aku tau, cerita yang tertinggal ternyata cukup banyak. Kita terlalu lama membungkam dan menutupi diri. Padahal sekedar berteman kan bisa. Maaf. Keegoisan itu belum melekat pada kedewasaan diri ini. Sekali lagi, setelah malam itu kamu masih menjadi dewasa yang mengerti dan memahami. Kamu tidak menyalahkan sikapku. Kamu hanya ingin interaksi yang baik-baik saja seperti sebelum ada kedekatan yang pernah ada. Tanpa harus bersembunyi dan membungkam satu sama lain. Kau utarakan dengan lembut dan jelas. Terimakasih banyak, sukses selalu untukmu. Karena mungkin, sehabis ini akan ada jarak yang nyata. Sangat nyata.

Cikole taun lalu
 
Dear It's Me Blog Design by Ipietoon