Syukur

apa yang akan membuat manusia mensyukuri apa yang dimilikinya?
apa yang ia genggam ia nikmati tanpa membandingkan?
menerima dan memanfaatkan apa yang telah dikaruniakan kepadanya?
hakikatnya manusia tidak pernah puas, memang
tapi ketika rasa lelah untuk terus mengejar apa-apa yang sebenernya sudah cukup
cukup dalam artian yang luas
tidak mengenal kata batas
jika kita ingin terus dan menerus menyetarakan dengan yang dimiliki orang lain
sedangkan takaran milik kita berbeda dengannya
hanya luaran saja yang terlihat begitu mepesona
kita tidak pernah tau yang sebenarnya
manusia memiliki ceritanya sendiri
manusia menyimpan penderitaanya sendiri
manusia hanya aktor penerima garis kehidupan
jika tidak menerima hanya ada pesakitan
rasa syukurtidak semudah itu ternyata
ada tempaan yang tidak bisa diungkap untukku yang kini sudah 21 tahun
ternyata 2020 menjadi tahun yang luar biasa
fase yang benar-benar nyata
mencari nafkah
sepertinya baru saja dilepas bapak ibu naik motor sendiri
baru saja diantar kuliah ke kota lain
kini, semuanya telah menyeret pada keadaan
keadaan yang seharusnya aku jalankan
tangungjawabnya bukan main-main
semuanya sudah diatur
Allah akan bertanggungjawab pula untuk kita
Allah juga tidak akan membiarkan aku sendirian
Kuat, its my time

See You!

Ini lebih sakit daripada diputusin pacar. Menjadi dewasa dan saling melengkapi satu sama lain di tanah perantauan. Bisa dibilang teman tapi dekat, dekat tapi teman. Sampai keduanya merasakan patah hati yang sama. Komunikasi kita berdua pun ada pasang dan surutnya. Tapi tidak dapat dihindari, ada hati yang tertarik entah bagaimana cara menyembunyikannya. Tapi kau tau, rasamu untukku belum bisa kuterima dengan begitu saja. Hingga waktu terus bergulir. Status yang kita bawa telah mendekatkan kita berdua kembali. 

Tahukah kamu di sana, aku sudah memulai membuka hatiku untukmu? Tapi memang aku baru saja memulai dan mencoba merangkai bagaimana memiliki rasa lebih dari sekedar teman denganmu. Aku pun masih sangat menyembunyikan itu. Namun, aku tahu betul kelelahanmu terhadap diriku ini akan balasan rasamu kepadaku. Kau ingin mengajukan jarak dan ternyata selama kau berteman denganku hanya ada tekanan dan rasa malu. Hei, kenapa kau membandingkan dirimu dengan standar diriku. Itu tidak adil untukmu. Kaupun takut jatuh cinta kepadaku. Hei, aku baru saja akan menemanimu jatuh cinta bersama-sama. Tapi tidak mungkin aku menuntut dan mengatakan kepadamu rasa yang baru ku pupuk ini untukmu. 



Kau telah ajukan keputusanmu. Aku pun menyetujuinya, aku tidak mau kau hidup dengan bayangan yang kau sebut “standar kebaikanmu tak pantas untuk diriku ini”. Padahal tahukah engkau, di sini aku juga sedang berbenah menjadi manusia yang baik dihadapan Tuhan. Tapi biarkanlah kita menjalani dilema hati ini. Terimakasih telah banyak membantu hari-hari di kota itu. Sudah saatnya kita kembali ke kota masa depan. I’ll miss you so much, my friend. Baik baik di sana, di manapun jaga dirimu dan mimpimu. Maafkan aku yang tidak pernah cukup baik menjadi temanmu selama ini. 



Fase Diri

Fase diri saat ini untuk masalah relationship ada di titik:
Semarang said
Aku udah gabutuh semua sweet word, ucapan sayang, ungkapan i love you, i just need your action for me. I just want you always choose me in every time. Bayangkan aja betapa aku bisa ada di titik yang melemah dan mengurungkan pemberian hatiku untuk seseorang ketika “Hello i spend my time for you, but you spend your time for your phone. Sorry wasn’t enough.” Bisa seketika hanyut rasa ini yang perlahan aku bangun dengan kepercayaan yang diberikan. Karena bener-bener gaberpengaruh ketika bibir  itu ngomong “sayang sayang i love you” tapi apa yang dilakukan gak ada bukti “sayang sayang i love you”-nya. Kalau boleh dibalik sedikit pada sudut pandangku, aku mengaku secuek itu ketika ada ungkapan sayang untukku. Seserius itu ucapan yang dilontarkan dan manisnya kata yang dijanjikan dan dipertanyakan kepadaku, tidak akan menggetarkan hati. Justru perhatian, hal-hal yang kamu lakukan, treatment gemas yang dipertunjukkan, akan menjadi nilai besar untuk membangun rasa sayang terhadapmu. Secuek dan setidak peduli itu akan ucapanmu terhadapku, sampai-sampai aku tahu kecewamu karena tidak pernah terucap balasan yang kamu inginkan dariku. Tapi apa waktu dan tindakan yang aku berikan untukmu tidak menunjukkan lebih dari sekedar kata-kata yang ingin kau dengar? 


From Pinterest

Jika kamu lelah, aku tidak akan pernah memaksa. Tapi ini kembali pada cara diri kita masing-masing. Mungkin memang belum waktunya untuk mengajukan tuntutan satu sama lain. Sehingga, pada waktu-waktu ini buatlah kewajaran dan kepantasan diri. Sehingga hanya Sang pemilik hati lah yang akan memasangkan individu dengan individu yang sesuai. Semoga doa tidak pernah putus, walau sorai tak lagi utuh. 

Dia yang Lama, Tapi Baru Untukku

Mendengar namamu bukan hal yang baru lagi untukku. Bukan sebulan atau setaun kehidupan kita beriringan. Beriringan dalam hal kewajaran yang begitu wajar. Taun lalu jarak keangkuhan dan mencoba berdamai dengan keadaan menjadi metode yang melekat antara tatapan kita. Dekat tapi jauh dalam sapa. Bahkan sekedar menyapa pun terlalu sulit. Aku tak mengerti apakah ini egois, keangkuhan, atau inilah cara untuk memberi batas. Batas yang telah kita lampau setaun sebelumnya lagi. Benar-benar merasakan yang namanya, "pernah sedekat nadi, sebelum sejauh matahari". Kita atau lebih tepatnya hanya aku yang mengambil keputusan. Begitu saja berlalu.

Jika mau memutar sedikit memori, kita ada bukan karena rencana. Kita ada bukan karena kesengajaan. Kalau ingin tahu apa itu "mengalir", aku bisa memberikan kita untuk contohnya. Natural dan kukira hanya semesta yang berperan, aku dan kamu sama-sama ada di jalur masing-masing. Sampai semesta yang mempertemukan persimpangan yang sama-sama akan kita lalui, tanpa memberi tau rencana apa yang semesta suguhkan kepada kita. Tidak menyangka dan terheran satu sama lain, ketika menyadari ada di titik jalan yang semesta pertemukan. Tidak pernah menyangka ternyata ada kamu di sana. Begitu pula ada aku di situ. Manis untuk dikenang memang, pertemuan dan sempat berjalan beriringan diiringi lagi-lagi "mengalir". Karena tidak pernah menuntut dan merasa dituntut satu sama lain. Sampai-sampai nyaman satu sama lain mulai terbangun dan menunjukkan ke depan kedua mata kita, bahwa aku dan kamu bukan ada di jalur yang semestinya. 

Tidak terlalu lama jika dihitung satuan hari kita beriringan. Tapi, kenapa begitu melekat. Akhirnya aku yang undur diri. Kamu memberikan jalurku, kamu tidak mempermasalahkannya. Tidak ada tanya 'kenapa' dan kamu ikhlas menerimanya. Kamu tau betul apa mauku. Terimakasih sekali untuk hal itu. Walaupun satuan hari mengahruskan kita untuk bertatap. Aku suka caramu menjagaku dari kejauhan.Cara-cara sederhana yang sayu namun kita sempat saling tau siapa diri ini. Lama sekali, lebih lama dari rasa nyaman yang pernah ada kita bersembunyi dan mengubur kenangan. Mulai senang dengan jalur masing-masing. Hingga suatu malam yang bisa disebut dengan momentum, kita kembali saling menyapa nama. Sekedar ucapan yang telah kita bekukan keluar dari mulut ini. Menghela nafas panjang yang tidak pernah berhenti. Sedikit kata yang terlontar, tetapi dari situ kita tau walaupun tidak pernah ada interaksi kita saling mengawasi. 

Dari malam itu aku tau, cerita yang tertinggal ternyata cukup banyak. Kita terlalu lama membungkam dan menutupi diri. Padahal sekedar berteman kan bisa. Maaf. Keegoisan itu belum melekat pada kedewasaan diri ini. Sekali lagi, setelah malam itu kamu masih menjadi dewasa yang mengerti dan memahami. Kamu tidak menyalahkan sikapku. Kamu hanya ingin interaksi yang baik-baik saja seperti sebelum ada kedekatan yang pernah ada. Tanpa harus bersembunyi dan membungkam satu sama lain. Kau utarakan dengan lembut dan jelas. Terimakasih banyak, sukses selalu untukmu. Karena mungkin, sehabis ini akan ada jarak yang nyata. Sangat nyata.

Cikole taun lalu

Menanggapi Sekarang dan Dulu Tentang STATUS

Ada yang sedang dalam ikatan suatu hubungan? Hubungan yang belum ada tanda resmi hitam di atas kertas. Ya, bisa disebut dengan pacaranlah, komitmenlah, sampai fwb (friend with benefit) lah. Menjalin hubungan yang lebih intens dan intim di antara dua bocah ingusan. 

Aku mungkin salah satu dari kalian semua. Tahun-tahun awal masih menggebu yang kayak aku milikmu kamu milikku dunia ini hanya milik kita berdua. Bhah. Sampai pengalaman dan kehidupan yang membangun mindset dan perilaku untuk menanggapi suatu hubungan itu. 

Ada banyak sekali perubahan dan keberanian tindakan yang terjadi beberapa tahun setelah pacaran versi anak remaja. Ternyata tidak semuda dan seindah itu. Tidak ada yang bisa menjamin. Benar-benar tidak ada. Kalau dipikir lagi yang sudah resmi menikah, sudah akad di hadapan Tuhan dan disaksikan keluarga dan lainnya. Negara pun mengakuinya. Masih saja berpisah, siapa yang bisa menjamin. Haduh apalagi cuma sebatas ucapan antara mulut dia dan mulut kita. Kadang suka becanda juga hidup ini. 

Kita juga tidak bisa memaksakan kehendak pasangan."Kamu harus nikah sama aku nanti habis lulus." Wkwkwk kadang drama memaksakan pada anggan yang ternyata tidak semudah itu untuk diwujudkan. Kalau mengaca dari diri benar-benar takut sekali untuk mengharapkan impian pada pasangan yang hanya dengan ikatan macam ini. Selalu menempatkan diri pada porsi yang secukupnya saja. Kalau terlalu banyak bisa kekenyangan sampai mual, tapi juga tidak terlalu mengambil sedikit porsi nanti bisa kelaparan sampai perih. 

Saat ini diusia yang 20 taun ini, pemikiran tentang hal itu menjadi sangat sederhana. Kalu dipikir awal-awal dapet pacar jaman SMA. Menjadi lebih leluasa dan menempatkan diri di posisi yang penting-penting saja. Tidak mau memikirkan dan membuat benang merah kusut. Santai, benar-benar ingin dibuat seperti yang sudah seharusnya diperankan. Tanpa memaksa dan tanpa semena-mena. I just want to let it flow not let it go or let's go. 

Karena semua jalan akhir penantian dan ikatan sudah ada sebelum dunia terbentuk. Mau gimana? Kita hanya aktor yang sekedar memainkan naskah yang telah dibuat penulis dan manut harus gimana ekspresi yang diarahkan sutradara. Tugas kita hanya semaksimal mungkin memainkan peran yang telah disepakati.

I will said "I do" for my best from God.

Sempurna yang Dikemas Luka

Ada banyak persepsi orang lain untuk kita yang tentunya tidak bisa dikontrol. Semau alur pemikiran yang seenaknya dilontarkan tanpa landasan. Tidak peduli ada fakta apa di balik visual yang ditangkap. Padahal kita yang bertindak, mengantisipasi dan menyelesaikan masalah tanpa mengaitkan pihak yang 'berpresepsi' ini. Benar-benar tidak meminta bantuan apalagi merepotkan. Keyakinan pun tentunya tidak ada untung dan rugi yang akan didapat setelah mereka berpresepsi untuk kita. Mudah yang dirumitkan.

Tidak akan masalah apabila penilaian itu berhenti sampai ucapan yang di dengar telinganya sendiri. Namun, akan menjadi fatal apabila ucapan itu disalurkan ke telinga orang lain. Akan berantai dari mulut ke telinga ke mulut lain ke telinga lain. Begitu sampai persepsi itu sudah ditambahi garam, gula, dan mericanya sedangkan dikurangi micin, pedas, dan ladanya.

BYE.

Cara Berdamai

Sudahkah hati ini benar-benar berdamai dengan kenyataan yang ada?

Kenyataan bahwa realita tidak selelu berbanding lurus dengan impian. Ada banyak rasa yang perlu diadu dan perlu diseiramakan. Tidak terbiasa dan tidak mau tau. Ujungnya hanya akan memaksakan. Siapa yang mau dipaksa? Sapi saja yang tidak berakal terkadang memberontak ketika ada paksaan. Apalagi manusia yang berotak. Liha-lihat lagi, siapa kamu baginya? Mau memaksa seenaknya. 

Retorika hidup yang kadang penuh dengan kejutan. Melampiaskan sesuka hati, datang dan pergi tanpa permisi. Lebih parah lagi, berbalik mencicipi lalu diludahi. Apa otak tidak bisa menyaring baik buruk perilaku? Tidak bisa memberi pilihan motorik untuk bertindak? Manusia kadang tempatnya lupa, motorik dulu pikir belakangan. Jadi, banyak otak yang masih bagus secara fisik belum tentu kualitasnya.

Merasakan kegetiran hati sendirian terkadang menyakitkan, bukan? Selalu menata runtuhan yang mungkin kepingannya terlalu nanar untuk dipungkit kembali. Ya seperti itu, kelebihan-kelebihan yang akan mengahncurkan sehancur-hancurnya. Dengan kekuatan lebih, dipastikan akan lebih dahsyat efeknya.

Tidak ada inti bualan ini, maafkan. Aku sedang dalam "mengais mode on". Mengais serpihan hati yang kurusak sendiri. Disudutkan akan logika-logika tingkat tinggi seorang manusia pemikir ulung. Aku tidak bisa terbawa arus imaji dan analisisnya. Aku seorang penerka. Andai saja mau bergantian bertukar keinginan yang kau suguhkan kepadaku. Sekali saja aku gantian menyuguhkan ingin kepadamu. Maukah sekedar melirik? Atau sudah mengacuh ketika mendengar derap nafasku? Terserahlah, aku semakin tidak peduli. Terimakasih telah pernah singgah. Ingin rasanya kuumpat di depan mukamu, "Segini saja balasan yang kau bayar selama ini? Kupikir kau kaya sekaya omong kosongmu!"

Malam, damaiku dalam diam tak terucap di mukamu.
 
Dear It's Me Blog Design by Ipietoon